Sabtu, 19 Mei 2012

fiqih

AMAR dan NAHI
I.              PENDAHULUAN
 Segala puji hanya milik Allah SWT. Yang telah memberikan kita akal fikiran, rahmat dan hidayah sehingga kita bisa membedakan yang hak dan yang bathil, sholawat serta salam semoga tetap mengucur deras kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Berkat beliau agama Islam tersebar luas di dunia dengan metode "rohmatan lil'alamin " Dengan ucapan bismillah dan alhamdulillah sepenuh hati, kami tim penulis merasa sangat berbahagia dengan rampumgnya makalah yang telah menjadi tugas kami dalam mencari lebar dan dalamnya ilmu pengetahuan.
Ushul fiqih sebagai ilmu metodologi penggalian hukum mempunyai peranan penting dalam ranah keilmuan agama Islam khususnya dalam ilmu hukum islam atau ilmu fiqih. Pembahasan dari segi kebahasaan atau kajian lughawiyah, sangat penting sekali ditela’ah karena sumber hukum islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadist menggunakan bahasa arab yang mempunyai banyak makna yang terkandung didalamnya. Penulis akan mengetengahkan masalah amar dan nahi sebagai bagian dari pada makna kebahasaan tersebut. Kami haturkan kepada para pembaca, makalah yang menurut kami jauh dari kata sempurna ini. Kami mohon ma'af apabila dalam panuturan makalah ini terdapat kesalahan, maka dari itu kritik dan saran yang membangun kami mohon dengan sangat kepada para pembaca sekalian. Semoga bermanfaat, dan kita mendapatkan rahmat dan ridho Alloh Swt. Amin
II.            AMAR
 II.1 Pengertian Amar Penulis akan mengemukakan defisinisi-definisi amar menurut beberapa ulama’ dari referensi buku yang penulis kaji, sebagai berikut: Dr. Ali Hasbullah dalam kitabnya ushulut tasyri’ al-islami mendefinisikan sebagai berikut: الامرهو لفظ يطلب به الاعلى ممن هو أدنى منه فعلا غير كف Imam muhammad abu zahro dalam kitab ushul fiqih, halaman 156 menyatakan: الامر هو طلب الفعل على جهة الا ستعلاء، اي ان الامر يكون اعلئ من الماء مور
 Prof. Dr. Kasuwi Saiban dalam bukunya metode ijtihad ibnu rusyd dengan pengertian yang hampir sama dengan Prof. Dr. Rahmat Syafe’i dalam bukunya ilmu ushul fiqih untuk IAIN, STAIN, PTAIS menyatakan bahwa “Amr adalah lafazh yang menunjukkan tuntutan dari atasan kepada bawahannya untuk mengerjakan suatu pekerjaan” Dalam buku Ushul fiqih II oleh Drs. Khairul uman–Drs. H. A. Achyar aminudin dinyatakan bahwa: Hakikat pengertian amar (perintah), sebenarnya ialah: لفظ يربه أن يفعل المأمور ما يقصدمن الأمر Artinya:“Lafal yang dikehendaki supaya orang mengerjakan apa yang dimaksudkan”. Dari beberapa definisi diatas penulis sependapat dengan definisi yang menyatakan bahwa Amar adalah “ suatu tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi derajat kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah kedudukannya”, dengan aturan atau tuntunan metodologis yang telah ada. Tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi dalam hal ini adalah syaari’ (Allah Swt wa Rasuluhu), menuntut pelaksanaan oleh mukallaf (orang yang dikenai tuntutan/kewajiban) yang di harus/seharusnya dilaksanakan, seperti sholat, puasa, zakat dan lain-lain Adapun maksud penulis dari dengan aturan atau tuntunan metodologis yang telah ada diatas, adalah dikarenakan shigat amar sendiri mempunyai banyak arti yang telah berlaku dengan kaidah-kaidah yang telah ada, seperti contoh yang terdapat pada bab selanjutnya.
 II.2 Shighat dan kaidah-kaidahnya Shighat amar bisa terdiri dari:
A.    shigat amar/fi’il amar, QS. Al-Maidah:38
 وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
B. fi’il mudhori’ yang kemasukan lam amar, QS. A-hajj: 29
 ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ
C.   Shigat khabar yang mengandung arti perintah QS. Al-baqoroh: 228
 وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاثَةَ قُرُوءٍ
D.   Bentuk lain yang semakna seperti lafadz kutiba, faradha dan lain-lain QS. Al-baqoroh: 183
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Bayak uslub (gaya bahasa) yang digunakan al-Qur’an dalam memerintahkan suatu perbuatan , antara lain yang sudah kami sebutkan diatas.
 II.3 Dilalah dan tuntutan amar Para ulama’ berbeda pendapat tentang hakekat makna amar. Tetapi jumhur ulama’ dan terjustifikasi oleh imam hajib dan imam baidhowi menyatakan bahwa hakekat makna amar adalah wajib Dalam kitab ushulut tasyri’ al islaami karya Dr. Ali Hasballoh menyatakan “dalam lisan arab shigat amar ini terdapat beberapa penggunaan, dan imam ar-Razi berkata dalam kitabnya Al-Mahsul, bahwa ahli ushul telah sepakat menetapkan bahwa bentuk if’al (fi’il amar) dipergunakan dalam 15 macam makna sesuai dengan qorinah yang mempengaruhinya , diantaranya:
 1. Ijab (wajib), contoh: QS. Al-baqoroh: 43 وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
2. Nadb (anjuran/sunnah) an-nuur : 33 فَكَاتِبُوهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ فِيهِمْ خَيْرًا
3. takdiib (adab), contoh كل مما يليك (رواه البخاري ومسلم) Artinya: “makanlah apa yang ada didepanmu”
 4. irsyad (menunjuki) al-baqoroh: 282 وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ
5. Ibahah (kebolehan) al-baqoroh: 187 وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْر
6. Tahdiid (Ancaman) QS. Fusihlat: 40 اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
7. Takjiiz (melemahkan) QS. Al-baqoroh: 23 فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
8. Inzhar (peringatan) QS. Ibrahim: 30 وَجَعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا لِيُضِلُّوا عَنْ سَبِيلِهِ قُلْ تَمَتَّعُوا فَإِنَّ مَصِيرَكُمْ إِلَى النَّار
 9. Ikram (memuliakan) QS. Al-hijr: 46 ادْخُلُوهَا بِسَلامٍ آمِنِينَ
10. Taskhir (penghinaan) QS. Al-baqoroh: 65 وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِينَ اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِي السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ 11. Taswiyah (mempersamakan) QS. At-thur: 16 اصْلَوْهَا فَاصْبِرُوا أَوْ لا تَصْبِرُوا سَوَاءٌ عَلَيْكُمْ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
12. Tamanni (angan-angan) ياليل طل يا نوم زل # يا صبح قف لا تطلع (ام قيس) Wahai sang malam! Memanjanglah Wahai kantuk! Menghilanglah Wahai subuh! Berhentilah dahulu jagan segera datang
13. Do’a (berdo’a) QS. Shad: 35 قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لا يَنْبَغِي لأحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
14. Ihanah (meremehkan) QS. Ad-dhikhan: 49 ذُقْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ
15. Imtinan QS. An-nahl: 114 فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلالا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ Al-Amidi menyebutkan sebanyak 15 macam makna.(al-amidi, 1968,II:9). sedangkan Al-Mahalli dalam Syarah jamu’ Al-jawami’ menyebutkan sebanyak 26 makna , adapun penulis merasa cukup menyantumkan contoh yang 15 saja.
 II.4 AMAR DARI SEGI APLIKASINYA
Jika ditinjau dari segi pelaksaannya pada dasarnya Shigat amar tidaklah harus dikerjakan berulang-ulang, tidak juga menunjukkan harus segera dilaksanakan secara langsung. Shigat amar harus dikerjakan berulang-ulang jika terdapat qorinah yang menunjukkan bahwa shigat amar berlaku untuk pengulangan pelaksanaannya, seperti QS. Al-baqoroh: 185 فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ Pengulangan tuntutan berpuasa diambil dari taalluq amar tersebut pada syarat yang berulang-ulang, yaitu penyaksian bulan Ramadhan. Seakan-akan Allah Swt berfirman: setiap kali salah seorang diantara kamu melihat/menyaksikan bulan ramadhan, maka dia wajib berpuasa . Begitu pula firman Allah Swt al-isra’: 78 أَقِمِ الصَّلاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا
Amar tidak menunjukkan harus segera dilaksanakan secara langsung.namun bersegera dalam melaksanakan amar adalah sunah, seperti firman Allah SWT, dalam surat Al-Baqoroh: 148 , وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَمَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ Adapun amar adakalanya diturunkan setelah adanya larangan seperti keterangan dalam kitab ushul fiqih karya Imam Muhammad Hadhori halaman 241, yang termaktub dalam surat al-maidah ayat ke-2 setelah ayat ke-1 dari surat yang sama, yaitu: وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ Dan seperti dalam surat al jumuah ayat ke-9 dan ayat ke-10: فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ
III.           NAHYI
 III.1 Pengertian Nahyi
 Nahi menurut bahasa adalah المنع Larangan Sedangkan menurut istilah adalah طلب الكفّ عن الفعل على جهة الإستلاء, بالصّغة الدّالة عليها Tuntutan agar tidak melakukan sesuatu dari pihak yang lebih atas tingkatannya, dengan sighat yang menunjukan atasnya III.2 Makna-makna Ushlub Nahyi Ushlub nahi digunakan dalam beberapa makna , yaitu :
 • al-Tahrim, seperti dalam firman Allah : وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ • al-Karahah, seperti dalam sabda Rasulullah SAW: لا يمسك أحدكم ذكره بيمينه وهو يبول • al-Do’a, seperti dalam firman Allah : رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا • al-Irsyad, seperti dalam firman Allah : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاء
• al-Tahqir, seperti dalam firman Allah : وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ • Bayan al-Aqobah, seperti dalam firman Allah : وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ • al-Yasu, seperti dalam firman Allah : لَا تَعْتَذِرُوا الْيَوْمَ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan makna hakikat dari nahi ini, yaitu dalam hukumnya, tatkala tidak ada qorinah dalam suatu ayat al-Qur’an. Ada yang berpendapat bahwasannya makna hakiki dari nahi adalah makruh dan tidak menunjukan kepada makna yang lain apabila tidak ada qorinah. Ada pula yang menyatakan bahwa lafadz nahi bersifat musytarak antara makruh dan haram sampai ada qorinah yang menunjukan atas salah satu dari keduanya. Namun pendapat yang paling kuat adalah pendapat jumhur ulama yang menyatakan bahwa makna hakiki dari nahi adalah haram III.3 Ushlub yang digunakan oleh al-Qur’an Banyak ushlub (gaya bahasa) yang digunakan al-Qur’an dalam melarang suatu perbuatan , antara lain :
 • Larangan yang tegas dengan menggunakan lafadz نهى . Seperti firman Allah pada surat al-Nahl ayat 90 : وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْي ...
• Larangan yang tegas dengan menggunakan lafadz حرم .
Seperti firman Allah pada surat al-A’raf ayat 33 :
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ...
• Larangan dengan menggunakan lafadz لايحل. seperti firman Allah pada surat al-Nisa ayat 19 : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا ...
• Larangan dengan menggunakan Fi’il Mudlori yang didahului dengan لا nahi, seperti firman Allah pada surat al-An’am ayat 152 : وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
• Larangan dengan menggunakan Fi’il amar yang menunjukan atas tuntutan mencegah, seperti firman Allah pada surat al-Baqarah ayat 278 : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
• Menyebutkan perbuatan yang disertai dengan ancaman dosa, seperti firman Allah pada surat al-Baqarah ayat 181 ; فَمَنْ بَدَّلَهُ بَعْدَمَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُ
• Menyebutkan perbuatan yang disertai dengan ancaman, seperti firman Allah pada surat al-Taubah ayat 34 : ... وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
III.4 Tuntutan Nahyi dalam Meninggalkan Sesuatu Secara Langsung dan Berulang-ulang Ada 2 pendapat ulama dalam pembahasan yang berkaitan dengan masalah ini, yaitu :
1. Pendapat al-Razi dan al-Baidlawi dari golongan syafi’iyah bahwasannya Nahyi tidak menunjukan atas meninggalkan secara langsung dan berulang-ulang, karena Nahyi terkadang bermaksud berulang-ulang, seperti firman Allah SWT : لا تقربوا الزنا, dan terkadang bermaksud tidak berulang-ulang, seperti perkataan dari seorang dokter : لا تشرب اللبن
 2. Yang masyhur adalah pendapat dari kalangan jumhur ulama. Seperti yang dikatakan oleh al-Amadi al-Syafi’I ibnu al-Hajib dan al-Qurafi yang berasal dari kalangan malikiyah. Apabila Syara melarang sesuatu maka wajib untuk meninggalkan perbuatan tersebut secara langsung dan tidak melakukan perbuatan tersebut selama hidupnya. Sehingga dia benar-benar mematuhi terhadap pelarangan tersebut dan meninggalkan kemafsadatan yang ada dalam perbuatan tersebut Contoh :وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ


 III.5 Pendapat Ulama Ushul Tentang Tuntutan Nahyi,
 dalam Kaitannya dengan Fasad dan Buthlan Para Ulama ushuliyiin berbeda pendapat dalam menentukan tuntutan nahyi yang berbentuk empat hal.
• Bentuk pertama, yaitu nahyi yang muthlak, para ulama sepakat bahwa nahyi disini menunjukan buruknya perbuatan yang dilarang.
 • Pada bentuk kedua, yakni bentuk nahyi yang kembali pada yang dilarang, menurut jumhur ulama, sama dengan nahyi bentuk pertama, yaitu menunjukan fasad dan batalnya perbuatan yang dilarang.
 • Pada bentuk ketiga, yaitu nahyi yang melekat pada sesuatu yang dilarang, bukan pada pokonya, menrutu jumhur ulama sama dengan nahyi bentuk pertama, yaitu menunjukan fasad dan batalnya perbuatan yang dilarang, baik dzat ataupun sifatnya.
• Pada bentuk keempat, yaitu nahyi yang kembali pada sifat yang berkaitan dengan perbuatan, menurut jumhur ulama, tidak menunjukan fasad dan batal, melainkan perbuatan yang dilarang itu tetap sah, hanya saja orang yang melakukan hal tersebut berdosa
IV.          KESIMPULAN Amar adalah suatu tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi derajat kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah kedudukannya, berbeda terbalik dengan Nahi, karena nahi adalah Tuntutan agar tidak melakukan sesuatu dari pihak yang lebih atas tingkatannya, dengan sighat yang menunjukan atasnya. Terdapat perbedaan pendapat para ulama’ tentang ashal hukum daripada amar dan nahi, apakah amar menunjukkan hukum ashal wajib atau tidak, begitu pula dengan nahi. Apakah nahi menunjukkan hukum ashal haram atau tidak. Banyak gaya uslub(gaya bahasa) yang digunakan dalam bahasa arab khususnya al-Qur’an dan al-Hadist, terutama dalam segi kebahasaan khususnya dalam masalah amar dan nahi yang telah penulis sebut di atas.
 Dari segi aplikasi/pelaksaan kedua hal tersebut (amar dan nahi) terdapat qorinah yang menyatakan bahwa amar dan nahi bisa berupa kewajiban/larangan yang bersifat pengulangan dan harus segera dikerjakan atau ditinggalkan, meski terdapat khilaful ulama’ didalam pembahasan tersebut.







DAFTAR PUSTAKA:
Al-Zuhaili, Wahbah. Ushul al-Fiqh al-Islami Juz 1. Suriyah : Daarul Fikr. 2001. Cetakan kedua.
Khalaf,Abd al-Wahab,Ilm Ushul al-Fiqh,Dar al-Qalam, 1997, Cet. Ke-12
Syaiban, Kasuwi. Metode Ijtihad Ibnu Rusyd. Malang : Kutub Minar. 2005. Cetakan Pertama.
Hasballah, Ali. Ushul al-Tasyri’ al-Islami. Suriyah : Daarul Fikr. 1997. Cetakan Ketujuh
 Al-Khudlari Bik. Muhammad, Ushul al-Fiqh, Bairut: Dar al-fikr, 1988
 Syafi’I, Rahmat.. Ilmu Ushul Fiqih. Pustaka Setia : Bandung. 1999
Zaidan, Abdul al-Karim, Al-Wajiz Fi Ushul al-Fiqh, Muasasah al-Risalah : Beirut, 1996
Umam, khoirul dan H.A. Achyar aminudin, Ushul Fiqih II, Bandung: CV Pustaka, 2001, Cet. Ke-2