AMAR dan NAHI
I.
PENDAHULUAN
Segala puji hanya milik Allah SWT. Yang telah
memberikan kita akal fikiran, rahmat dan hidayah sehingga kita bisa membedakan
yang hak dan yang bathil, sholawat serta salam semoga tetap mengucur deras
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Berkat beliau agama Islam tersebar
luas di dunia dengan metode "rohmatan lil'alamin " Dengan ucapan
bismillah dan alhamdulillah sepenuh hati, kami tim penulis merasa sangat
berbahagia dengan rampumgnya makalah yang telah menjadi tugas kami dalam
mencari lebar dan dalamnya ilmu pengetahuan.
Ushul fiqih sebagai
ilmu metodologi penggalian hukum mempunyai peranan penting dalam ranah keilmuan
agama Islam khususnya dalam ilmu hukum islam atau ilmu fiqih. Pembahasan dari
segi kebahasaan atau kajian lughawiyah, sangat penting sekali ditela’ah karena
sumber hukum islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadist menggunakan bahasa arab yang
mempunyai banyak makna yang terkandung didalamnya. Penulis akan mengetengahkan
masalah amar dan nahi sebagai bagian dari pada makna kebahasaan tersebut. Kami
haturkan kepada para pembaca, makalah yang menurut kami jauh dari kata sempurna
ini. Kami mohon ma'af apabila dalam panuturan makalah ini terdapat kesalahan,
maka dari itu kritik dan saran yang membangun kami mohon dengan sangat kepada
para pembaca sekalian. Semoga bermanfaat, dan kita mendapatkan rahmat dan ridho
Alloh Swt. Amin
II.
AMAR
II.1 Pengertian Amar Penulis akan mengemukakan
defisinisi-definisi amar menurut beberapa ulama’ dari referensi buku yang
penulis kaji, sebagai berikut: Dr. Ali Hasbullah dalam kitabnya ushulut tasyri’
al-islami mendefinisikan sebagai berikut: الامرهو لفظ يطلب به الاعلى ممن هو أدنى منه فعلا غير كف Imam muhammad abu zahro dalam kitab ushul fiqih, halaman 156
menyatakan: الامر هو طلب الفعل على جهة الا ستعلاء، اي ان الامر يكون اعلئ من الماء مور
Prof. Dr. Kasuwi Saiban dalam bukunya metode
ijtihad ibnu rusyd dengan pengertian yang hampir sama dengan Prof. Dr. Rahmat
Syafe’i dalam bukunya ilmu ushul fiqih untuk IAIN, STAIN, PTAIS menyatakan
bahwa “Amr adalah lafazh yang menunjukkan tuntutan dari atasan kepada
bawahannya untuk mengerjakan suatu pekerjaan” Dalam buku Ushul fiqih II oleh
Drs. Khairul uman–Drs. H. A. Achyar aminudin dinyatakan bahwa: Hakikat
pengertian amar (perintah), sebenarnya ialah: لفظ يربه أن يفعل المأمور ما يقصدمن الأمر Artinya:“Lafal yang dikehendaki supaya orang mengerjakan apa
yang dimaksudkan”. Dari beberapa definisi diatas penulis sependapat dengan
definisi yang menyatakan bahwa Amar adalah “ suatu tuntutan perbuatan dari
pihak yang lebih tinggi derajat kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah
kedudukannya”, dengan aturan atau tuntunan metodologis yang telah ada. Tuntutan
perbuatan dari pihak yang lebih tinggi dalam hal ini adalah syaari’ (Allah Swt
wa Rasuluhu), menuntut pelaksanaan oleh mukallaf (orang yang dikenai
tuntutan/kewajiban) yang di harus/seharusnya dilaksanakan, seperti sholat,
puasa, zakat dan lain-lain Adapun maksud penulis dari dengan aturan atau
tuntunan metodologis yang telah ada diatas, adalah dikarenakan shigat amar
sendiri mempunyai banyak arti yang telah berlaku dengan kaidah-kaidah yang
telah ada, seperti contoh yang terdapat pada bab selanjutnya.
II.2 Shighat dan kaidah-kaidahnya Shighat amar
bisa terdiri dari:
A.
shigat amar/fi’il
amar, QS. Al-Maidah:38
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
B. fi’il mudhori’ yang kemasukan lam
amar, QS. A-hajj: 29
ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ
C.
Shigat khabar yang mengandung
arti perintah QS. Al-baqoroh: 228
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاثَةَ قُرُوءٍ
D.
Bentuk lain yang
semakna seperti lafadz kutiba, faradha dan lain-lain QS. Al-baqoroh: 183
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Bayak
uslub (gaya bahasa) yang digunakan al-Qur’an dalam memerintahkan suatu
perbuatan , antara lain yang sudah kami sebutkan diatas.
II.3 Dilalah dan tuntutan amar Para ulama’
berbeda pendapat tentang hakekat makna amar. Tetapi jumhur ulama’ dan
terjustifikasi oleh imam hajib dan imam baidhowi menyatakan bahwa hakekat makna
amar adalah wajib Dalam kitab ushulut tasyri’ al islaami karya Dr. Ali
Hasballoh menyatakan “dalam lisan arab shigat amar ini terdapat beberapa
penggunaan, dan imam ar-Razi berkata dalam kitabnya Al-Mahsul, bahwa ahli ushul
telah sepakat menetapkan bahwa bentuk if’al (fi’il amar) dipergunakan dalam 15
macam makna sesuai dengan qorinah yang mempengaruhinya , diantaranya:
1. Ijab (wajib), contoh: QS. Al-baqoroh: 43 وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
2.
Nadb (anjuran/sunnah) an-nuur : 33 فَكَاتِبُوهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ فِيهِمْ خَيْرًا
3.
takdiib (adab), contoh كل مما يليك (رواه البخاري ومسلم) Artinya: “makanlah apa yang ada didepanmu”
4. irsyad (menunjuki) al-baqoroh: 282 وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ
5.
Ibahah (kebolehan) al-baqoroh: 187 وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْر
6.
Tahdiid (Ancaman) QS. Fusihlat: 40 اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
7.
Takjiiz (melemahkan) QS. Al-baqoroh: 23 فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
8.
Inzhar (peringatan) QS. Ibrahim: 30 وَجَعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا لِيُضِلُّوا عَنْ سَبِيلِهِ قُلْ تَمَتَّعُوا فَإِنَّ مَصِيرَكُمْ إِلَى النَّار
9. Ikram (memuliakan) QS. Al-hijr: 46 ادْخُلُوهَا بِسَلامٍ آمِنِينَ
10.
Taskhir (penghinaan) QS. Al-baqoroh: 65 وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِينَ اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِي السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ 11. Taswiyah (mempersamakan) QS. At-thur: 16 اصْلَوْهَا فَاصْبِرُوا أَوْ لا تَصْبِرُوا سَوَاءٌ عَلَيْكُمْ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
12.
Tamanni (angan-angan) ياليل طل يا نوم زل # يا صبح قف لا تطلع (ام قيس) Wahai sang malam! Memanjanglah Wahai kantuk! Menghilanglah
Wahai subuh! Berhentilah dahulu jagan segera datang
13.
Do’a (berdo’a) QS. Shad: 35 قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لا يَنْبَغِي لأحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
14.
Ihanah (meremehkan) QS. Ad-dhikhan: 49 ذُقْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ
15.
Imtinan QS. An-nahl: 114 فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلالا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ Al-Amidi menyebutkan sebanyak 15 macam makna.(al-amidi,
1968,II:9). sedangkan Al-Mahalli dalam Syarah jamu’ Al-jawami’ menyebutkan
sebanyak 26 makna , adapun penulis merasa cukup menyantumkan contoh yang 15
saja.
II.4 AMAR DARI SEGI APLIKASINYA
Jika ditinjau dari segi pelaksaannya pada
dasarnya Shigat amar tidaklah harus dikerjakan berulang-ulang, tidak juga menunjukkan
harus segera dilaksanakan secara langsung. Shigat amar harus dikerjakan
berulang-ulang jika terdapat qorinah yang menunjukkan bahwa shigat amar berlaku
untuk pengulangan pelaksanaannya, seperti QS. Al-baqoroh: 185 فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ Pengulangan tuntutan berpuasa diambil dari taalluq amar
tersebut pada syarat yang berulang-ulang, yaitu penyaksian bulan Ramadhan.
Seakan-akan Allah Swt berfirman: setiap kali salah seorang diantara kamu
melihat/menyaksikan bulan ramadhan, maka dia wajib berpuasa . Begitu pula
firman Allah Swt al-isra’: 78 أَقِمِ الصَّلاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا
Amar tidak menunjukkan harus segera
dilaksanakan secara langsung.namun bersegera dalam melaksanakan amar adalah
sunah, seperti firman Allah SWT, dalam surat Al-Baqoroh: 148 , وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَمَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ Adapun amar adakalanya diturunkan setelah adanya larangan
seperti keterangan dalam kitab ushul fiqih karya Imam Muhammad Hadhori halaman
241, yang termaktub dalam surat al-maidah ayat ke-2 setelah ayat ke-1 dari
surat yang sama, yaitu: وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ Dan seperti dalam surat al jumuah ayat ke-9 dan ayat ke-10: فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ
III.
NAHYI
III.1 Pengertian Nahyi
Nahi menurut bahasa adalah المنع Larangan Sedangkan menurut istilah adalah طلب الكفّ عن الفعل على جهة الإستلاء, بالصّغة الدّالة عليها Tuntutan agar tidak melakukan sesuatu dari pihak yang lebih
atas tingkatannya, dengan sighat yang menunjukan atasnya III.2 Makna-makna
Ushlub Nahyi Ushlub nahi digunakan dalam beberapa makna , yaitu :
• al-Tahrim, seperti dalam firman Allah : وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ • al-Karahah, seperti dalam sabda Rasulullah SAW: لا يمسك أحدكم ذكره بيمينه وهو يبول • al-Do’a, seperti dalam firman Allah : رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا • al-Irsyad, seperti dalam firman Allah : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاء
•
al-Tahqir, seperti dalam firman Allah : وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ • Bayan al-Aqobah, seperti dalam firman Allah : وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ • al-Yasu, seperti dalam firman Allah : لَا تَعْتَذِرُوا الْيَوْمَ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan makna hakikat dari
nahi ini, yaitu dalam hukumnya, tatkala tidak ada qorinah dalam suatu ayat
al-Qur’an. Ada yang berpendapat bahwasannya makna hakiki dari nahi adalah
makruh dan tidak menunjukan kepada makna yang lain apabila tidak ada qorinah.
Ada pula yang menyatakan bahwa lafadz nahi bersifat musytarak antara makruh dan
haram sampai ada qorinah yang menunjukan atas salah satu dari keduanya. Namun
pendapat yang paling kuat adalah pendapat jumhur ulama yang menyatakan bahwa
makna hakiki dari nahi adalah haram III.3 Ushlub yang digunakan oleh al-Qur’an
Banyak ushlub (gaya bahasa) yang digunakan al-Qur’an dalam melarang suatu
perbuatan , antara lain :
• Larangan yang tegas dengan menggunakan
lafadz نهى . Seperti firman Allah pada surat al-Nahl ayat 90 : وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْي ...
•
Larangan yang tegas dengan menggunakan lafadz حرم
.
Seperti firman Allah pada surat al-A’raf ayat 33 : قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ...
Seperti firman Allah pada surat al-A’raf ayat 33 : قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ...
•
Larangan dengan menggunakan lafadz لايحل.
seperti firman Allah pada surat al-Nisa ayat 19 : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا ...
•
Larangan dengan menggunakan Fi’il Mudlori yang didahului dengan لا nahi, seperti firman Allah pada surat al-An’am ayat 152 : وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
•
Larangan dengan menggunakan Fi’il amar yang menunjukan atas tuntutan mencegah,
seperti firman Allah pada surat al-Baqarah ayat 278 : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
•
Menyebutkan perbuatan yang disertai dengan ancaman dosa, seperti firman Allah
pada surat al-Baqarah ayat 181 ; فَمَنْ بَدَّلَهُ بَعْدَمَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُ
•
Menyebutkan perbuatan yang disertai dengan ancaman, seperti firman Allah pada
surat al-Taubah ayat 34 : ... وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
III.4
Tuntutan Nahyi dalam Meninggalkan Sesuatu Secara Langsung dan Berulang-ulang
Ada 2 pendapat ulama dalam pembahasan yang berkaitan dengan masalah ini, yaitu
:
1.
Pendapat al-Razi dan al-Baidlawi dari golongan syafi’iyah bahwasannya Nahyi
tidak menunjukan atas meninggalkan secara langsung dan berulang-ulang, karena
Nahyi terkadang bermaksud berulang-ulang, seperti firman Allah SWT : لا تقربوا الزنا, dan terkadang bermaksud tidak berulang-ulang, seperti
perkataan dari seorang dokter : لا تشرب اللبن
2. Yang masyhur adalah pendapat dari kalangan
jumhur ulama. Seperti yang dikatakan oleh al-Amadi al-Syafi’I ibnu al-Hajib dan
al-Qurafi yang berasal dari kalangan malikiyah. Apabila Syara melarang sesuatu
maka wajib untuk meninggalkan perbuatan tersebut secara langsung dan tidak
melakukan perbuatan tersebut selama hidupnya. Sehingga dia benar-benar mematuhi
terhadap pelarangan tersebut dan meninggalkan kemafsadatan yang ada dalam
perbuatan tersebut Contoh :وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ
III.5 Pendapat Ulama Ushul Tentang Tuntutan
Nahyi,
dalam Kaitannya dengan Fasad dan Buthlan Para
Ulama ushuliyiin berbeda pendapat dalam menentukan tuntutan nahyi yang
berbentuk empat hal.
•
Bentuk pertama, yaitu nahyi yang muthlak, para ulama sepakat bahwa nahyi disini
menunjukan buruknya perbuatan yang dilarang.
• Pada bentuk kedua, yakni bentuk nahyi yang
kembali pada yang dilarang, menurut jumhur ulama, sama dengan nahyi bentuk
pertama, yaitu menunjukan fasad dan batalnya perbuatan yang dilarang.
• Pada bentuk ketiga, yaitu nahyi yang melekat
pada sesuatu yang dilarang, bukan pada pokonya, menrutu jumhur ulama sama
dengan nahyi bentuk pertama, yaitu menunjukan fasad dan batalnya perbuatan yang
dilarang, baik dzat ataupun sifatnya.
•
Pada bentuk keempat, yaitu nahyi yang kembali pada sifat yang berkaitan dengan
perbuatan, menurut jumhur ulama, tidak menunjukan fasad dan batal, melainkan
perbuatan yang dilarang itu tetap sah, hanya saja orang yang melakukan hal
tersebut berdosa
IV.
KESIMPULAN Amar adalah
suatu tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi derajat kedudukannya
kepada pihak yang lebih rendah kedudukannya, berbeda terbalik dengan Nahi,
karena nahi adalah Tuntutan agar tidak melakukan sesuatu dari pihak yang lebih
atas tingkatannya, dengan sighat yang menunjukan atasnya. Terdapat perbedaan
pendapat para ulama’ tentang ashal hukum daripada amar dan nahi, apakah amar
menunjukkan hukum ashal wajib atau tidak, begitu pula dengan nahi. Apakah nahi
menunjukkan hukum ashal haram atau tidak. Banyak gaya uslub(gaya bahasa) yang
digunakan dalam bahasa arab khususnya al-Qur’an dan al-Hadist, terutama dalam
segi kebahasaan khususnya dalam masalah amar dan nahi yang telah penulis sebut
di atas.
Dari segi aplikasi/pelaksaan kedua hal
tersebut (amar dan nahi) terdapat qorinah yang menyatakan bahwa amar dan nahi
bisa berupa kewajiban/larangan yang bersifat pengulangan dan harus segera
dikerjakan atau ditinggalkan, meski terdapat khilaful ulama’ didalam pembahasan
tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA:
Al-Zuhaili, Wahbah.
Ushul al-Fiqh al-Islami Juz 1. Suriyah : Daarul Fikr. 2001. Cetakan kedua.
Khalaf,Abd
al-Wahab,Ilm Ushul al-Fiqh,Dar al-Qalam, 1997, Cet. Ke-12
Syaiban, Kasuwi.
Metode Ijtihad Ibnu Rusyd. Malang : Kutub Minar. 2005. Cetakan Pertama.
Hasballah, Ali. Ushul
al-Tasyri’ al-Islami. Suriyah : Daarul Fikr. 1997. Cetakan Ketujuh
Al-Khudlari Bik. Muhammad, Ushul al-Fiqh,
Bairut: Dar al-fikr, 1988
Syafi’I, Rahmat.. Ilmu Ushul Fiqih. Pustaka
Setia : Bandung. 1999
Zaidan, Abdul
al-Karim, Al-Wajiz Fi Ushul al-Fiqh, Muasasah al-Risalah : Beirut, 1996
Umam, khoirul dan H.A.
Achyar aminudin, Ushul Fiqih II, Bandung: CV Pustaka, 2001, Cet. Ke-2